Welcome to The Ownerless Era with Spotify

Kemajuan teknologi tanpa disadari ikut menggeser kebiasaan seseorang, termasuk cara menikmati musik. Jaman dulu, saya menikmati lagu terbaru dari radio, kalau saya suka sekali dengan lagu tersebut, saya akan beli kasetnya di toko kaset Aquarius Mahakam atau kalau lagi nggak punya uang saya rekam di kaset kosong. Kompilasi lagu yang sangat personal ini bisa saya putar dan dengarkan berulang-ulang. Sekarang menikmati musik hanya dalam genggaman. Lewat smartphone saya bisa menikmati alunan musik teranyar maupun lawas, bisa sata pilih ataupun pasang suffle mode dan bahkan tanpa harus membelinya.

Daripada berbeda soal istilah SHARING ECONOMY saya lebih suka menyebut trend baru ini sebagai OWNERLESS ERA dimana ke depannya kita akan semakin efisien dan semakin tidak perlu memiliki semua hal. Spotify di musik streaming, lalu Uber & Grab yang nantinya memungkinkan kita tidak perlu memiliki mobil dan supir pribadi. Bahkan hard disk yang dulu kita harus beli dan bawa kemana-mana, kini cukup disewa saja. Saya bahkan menyewa di Dropbox maupun Google Drive sehingga saya punya dua back-up.

Spotify juga (lagi-lagi) membuktikan tidak masalah kok jadi follower. Kenapa saya bilang begitu?

Sebenarnya, streaming online bukan hal baru, karena Pandora, yang didirikan tahun 2000 lalu sudah sangat populer di Amerika Serikat. tapi perusahan musik streaming online asal Swedia, Spotify memang punya cara yang kreatif untuk mempromosikan bisnis mereka. Pertama desain Spotify dibuat dengan simpel sehingga memudahkan anak muda sampai orang tua mengaplikasikannya. Kedua, semua orang bisa menikmati musik secara gratis hanya dengan subscribe ke aplikasi mereka. Ketiga, Spotify menggunakan taktik viral marketing yang cerdas, setiap subscriber yang ingin menikmati keuntungan lain Spotify dia harus mengundang temannya memakai Spotify. Keempat, aplikasi yang bersifat freemium ini memungkin pengguna menikmati lagu secara gratis dan berbayar. Jika menggunakan fitur premium keuntungannya pengguna bisa mendownload dan mendengarkan musik secara offline dan bebas mendengarkan musik tanpa iklan.

Kesuksesan Pandora dan Spotify dan berbagai streaming music service lainnya membuat Apple pun akhirnya ikut-ikutan membuat layanan yang serupa pada Juni 2015 lalu. Kini iTunes memberikan pilihan kepada konsumennya untuk membeli lagu satuan atau album dan streaming.

Semoga kehadiran Spotify di Indonesia, memberi angin segar buat industri musik Indonesia. Dan buat kita semua untuk selalu mencoba mencari celah untuk melakukan inovasi di berbagai hal yang kita lakukan. Sudah terlalu banyak contoh kasus dimana pemimpin pasar akhirnya goyah karena tidak cepat melakukan evolusi.

Sudah ya, saya mau mencoba paket premium 3 bulan Spotify Indonesia dulu 🙂

Screenshot_2016-03-31-07-27-33-1-1

2 Comments

  1. Thank you for sharing this mas. Senang ya sekarang selain Netflix, Spotify juga masuk Indonesia. Semoga tidak memberi pengaruh besar ke industri radio kita ya mas.

    FYI, Indosat Ooredo memberikan free Spotify premium subscription apabila berlangganan salah satu paket kuota mereka. #nicemove

    1. Industri radio harus berevolusi, dulu saat awal2 Hard Rock FM setiap tahun kami ke NAB di USA untuk belajar tentang inovasi seputar dunia broadcast. Yang pasti lawannya spotify adalah penyiar dan menurut saya semua penyiar radio sekarang seperti robot hidup karena semua yang mereka baca harus based on script, semua lagu yang mereka putar adalah pilihan Music Director 🙁

Leave a Reply to Yoris Sebastian Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.