Sekali lagi salut dengan Gubernur Jakarta, Jokowi. Selama bulan puasa kemarin dan pada saat Lebaran, saya tidak melihat satu pun billboard dengan wajah beliau mengucapkan Selamat berpuasa maupun Selamat Lebaran.
Saya sebenarnya bingung dengan masih banyaknya billboard dan spanduk di berbagai pelosok Indonesia mengucapkan Selamat Lebaran disertai dengan lambang partai mereka. Mungkin saja masyarakat jadi lebih kenal mereka. Namun apakah spanduk tersebut akan bikin masyarakat makin simpatik pada mereka? Jangan-jangan malah sebaliknya.
Sejak menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, saya rasa Jokowi belum pernah memasang billboard wajah beliau untuk berbagai acara pemda. Bahkan di ulang tahun kota Jakarta pun tidak ada. Kenapa?
Karena Jokowi sadar, masyarakat tidak perlu melihat wajah pemimpin daerah mereka, masyarakat perlu hal-hal riil yang berdampak positif untuk mereka. Mulai dari Pekan Raya Jakarta versi Monas yang benar-benar untuk rakyat berpesta karena gratis sampai pertunjukan Ariah yang juga menyasar masyarakat urban dan membuat saya untuk pertama kalinya bangga sebagai warga Jakarta punya Monas.
Demikian pula saat Lebaran kemarin, Jokowi meneruskan tradisi blusukan sambil meminta maaf kepada rakyat. Jarang sekali kita melihat pemimpin yang mau minta maaf pada rakyatnya dan bahkan turun langsung ke masyarakat. “Pemimpin daerah harus mau minta maaf pada rakyatnya, saya sadar masih banyak kesalahan dan kekurangan” tutur Jokowi.
Tindakan ini yang (tentunya) juga diliput oleh media massa nasional dan kini bisa ditonton di youtube, menurut saya jauh lebih berdampak dibanding billboard, spanduk dan bahkan TVC para calon Presiden 2014 yang secara ‘seremonial’ mengucapkan Selamat Lebaran.
Saya jadi ingat waktu SMA dulu oleh para alumni, kami dilarang untuk coret-coret tembok “SMA Pangudi Luhur Top” tapi lakukan sesuatu yang keren dan benar-benar bagus sehingga orang-orang atau media massa yang akan membicarakan sekolah kita secara positif.
Tidak berbeda jauh dengan para pemilik brand yang hanya membombardir masyarakat dengan iklan dan billboard, brand tersebut hanya diketahui oleh masyarakat namun tidak dicintai oleh konsumen. Padahal ada banyak sekali opportunity untuk menjadi seperti Jokowi.
Tidak harus sama hanya dengan blusukan, bersaing harus dengan karya-karya lain yang benar-benar inspiring dan berdampak positif buat masyarakat. Atau dengan gampang, pasang wajah di billboard or TVC untuk setiap acara pemda atau institusi mereka.
It’s your choice…
15 Comments
beda dengan salah satu pimpinan nasional yang memasang wajah dan namanya di iklan yang tayang setiap hari di berbagai tv nasional. mengucapkan salam dan maaf jelang akhir masa jabatan.
duitnya besar banget buat beriklan (doank)
Sebenarnya iklan nggak papa juga, tapi iklannya bukan untuk si tokoh tapi untuk hasil karya nyata beliau 😉 something real… bukan sekedar seremonial. Bayangin kalau TVC dan billboard isinya karya nyata dari mereka, biar nanti media yang meliput… just like Jokowi Ahok 😀
Jokowi 5 tahun mendatang ga perlu sibuk2 kampanye pasti dipilih lagi selama kinerjanya nyata
Jokowi engga perlu pasang iklan, atau billboard mahal-mahal. Cukup tingkatkan kinerjanya, pasti terus dipilih.
yes setuju Raka… sama seperti di Solo dulu… Buktikan dengan karya yang berdamopak untuk masyarakat, sudah cukup.
kalau boleh dibilang sebagai startegi (soalnya saya percaya ini lebih ke karakter asli bukan balutan cetak biru), langkah yang diterapkan Jokowi adalah anti broadcast alias langsung face-to-face.
jadi kalau mau dianggap sebagai pemimpin yang Insya ALLAH bisa terpilih ya jgn mengutamakan strategi komunikasi broadcast
…. 🙂
Krn jokowi sadar btl dg modal popularitas yg sdh dia punyai.
Nah..mrk yg pasang di Bilboard itu khan sdg dikejar waktu utk mengatrol popularitasnya.
Bagi mereka (politikus) yg penting terkenal dolo, masalah nggak dicintai itu nomer sekian..khan rakyat bisa dibeli suaranya (pikir para politikus)….akhhhh…susahnya jadi rakyat…
Padahal hal sudah ada pembagian Dapil… Harusnya setiap Dapil diwakili oleh wakil rakyat yang benar-benar mewakili demography wilayah tersebut alias ada wakil orang tua, ada wakil orang muda dan seterusnya… jadi tidak perlu ada billboard lagi… toh wakilnya memang orang dari lingkungan mereka 🙂 tapi ya pelan2 lah… diawali dari Jokowi Ahok lelang Lurah dan Camat, kan selama ini kita warga jakarta aja tidak kenal siapa walikota mereka. Mudah-mudahan segera berubah.
iya bang yoris keren banget yaak.walupun dulu sempet ragu gitu sama kyk calon2 lainnya karena berasal dari partai yang udh gede.karena bakal ngikutin model yg gitu2 aja dari dulu.top deh jokowii. inspiratif.
Yes Ahmad, sadar tidak sadar dengan sistim pemilihan langsung, yang dipilih akhirnya sosok dan track record. Walau tentunya mesin partai juga bekerja, namun kalau sosok dan track record yang diangkat (terutama untuk kota besar) tidak bagus ya kalah juga. Kecuali di kota kecil, masih mungkin jadi pemimpin daearah dengan jalur independen dulu baru setelah sukses dipinang oleh partai besar. Sekarang sih sangat berharap domino efek dari Jokowi di Jakarta lalu Ridwan Kamil di Bandung menular ke kota-kota besar lainnya.
salut sama pak Presiden Jokowi pemimpin lain daripada yg lain, semoga kedepannya Jakarta dan Indonesia lebih baik lagi.
Bisa dibilang, Pak Jokowi merupakan salah satu pemimpin kreatif, ya, Mas. Karena cara yang digunakannya berbeda dengan pemimpin lainnya. Atau memang seharusnya pemimpin begitu? Jadi pemimpin lain yang ‘terlalu’ kreatif? Heheh..
Btw, jadi mampir ke sini, padahal lagi nulis artikel interview sama Mas Yoris 😀
Seharusnya semua pemimpin harus kreatif. Tidak hanya di perusahaan komersil tapi sebagai penyelenggara negara harusnya juga kreatif. Sering-sering mampir ya neng lita 🙂
slam knal sblumnya, saya baru tahu anda dari startupbisnis.com. saya sbanarnya suka dgn dunia desain grafis bagaimana bisa tdk saya blajar sama anda. mohon jawabannya
Hi Insan Kamil, apakah insan sudah baca buku-buku saya? Kalau belum, langkah awal untuk belajar adalah membaca buku-buku tersebut.