Think Win-Win

markis-hendra1

Seperti diberitakan di berbagai media, Markis Kido dan Hendra Setiawan siap membela Indonesia untuk Piala Thomas yang tinggal beberapa pekan lagi namun mereka masih menunggu tanggapan PB PBSI atas surat pengunduran diri yang mereka ajukan sehingga mereka bisa mandiri dan tampil sebagai pemain profesional. Memang saat ini banyak pemain senior seperti juga Taufik Hidayat yang memilih untuk menjadi pemain non-pelatnas sehingga bila mereka bertanding, mereka bisa mendapatkan hadiah uang secara maksimal, selain juga bisa mendapatkan uang sponsor secara full.

Saya tidak tahu berapa uang sponsor yang diambil PBSI, demikian pula berapa persen hadiah dari kejuaraan yang dipotong PBSI, namun saya rasa memang sudah saatnya kita berpikir win-win untuk atlit-atlit bulutangkis kita. Kalau tidak, bukan saja gelombang pemain-pemain keluar dari pelatnas. Namun banyak juga yang pindah ke luar negri dan bahkan ada yang sampai ganti warga Negara.

Lantas bagaimana sih deal win-win yang terbaik? Saya tidak tahu karena tidak memegang angka-angka yang sekarang berjalan, namun yang harus disadari oleh PBSI adalah di era social media seperti ini sangat mudah para pemain kita berhubungan dan mengetahui apa yang dilakukan Negara lain dalam menjalankan organisasi bulutangkis di Negara mereka. Mereka bisa dengan santai chat dengan para pemain di luar negri.

Agak sulit memang untuk bertindak win-win. Apalagi dari kecil kita seringkali (tanpa sengaja) diajarkan untuk bertindak win. Contohnya, bila ada lomba untuk anak kecil coba perhatikan apa yang dilakukan orang tua mereka saat pertanyaan disampaikan? Mereka membisiki anak mereka dengan jawaban. Jadi apapun caranya, kamu harus menang.

Jadi saat dewasa agak sulit untuk kita bertindak win-win. Wong dari kecil dibiasakan untuk menang sendiri dengan cara apapun.

Padahal kalau kita bisa berpikir dan bertindak win-win, kan semua pihak diuntungkan dan kesuksesan jangka panjang lebih mungkin terjadi.

Saya ambil contoh English Premier League yang konon merupakan liga sepakbola terbaik di dunia. Pemain-pemain sepakbola terbaik yang ada di muka bumi bermain disana.

Oh, kita langsung bilang bahwa kita tidak bisa dong bandingkan sepakbola Inggris dengan Indonesia. Lho kenapa tidak bisa? Di Indonesia, penonton sepakbolanya suka rusuh. Lah di Inggris malah saking rusuhnya sampai ada yang meninggal. Ingat tragedy Heysel?

English Premier League baru dimulai tahun 1992. Sama seperti Hard Rock Café buka di Jakarta. Tiga tahun yang lalu, saya sempat me-riset hal ini karena sempat punya harapan menggarap olahraga di Indonesia lebih baik.

EPL membagi sebagian besar uang sponsor dan broadcast rights untuk semua tim yang berhasil masuk liga utama. Jadi dengan masuk liga utama saja, sebuah tim sudah bisa mendapatkan uang yang sangat besar jumlah. Belum lagi pendapatan mereka dari tiket nonton dan merchandise. Sepakbola menjadi bisnis yang saling menguntungkan. Karena klub punya uang besar saat masuk liga utama, mereka bisa membeli pemain-pemain yang baik. Bahkan pelatih terbaik juga bisa didapatkan.

Sementara kalau di tanah air, seperti sering kita baca di berbagai media. Klub sepakbola malah menggunakan dana APBD. Sayang sekali. Padahal studi kasus dari berbagai Negara lain bisa kita ambil inspirasinya. Kita punya modal penonton yang sangat cinta sepakbola.

Jadi kalau ditanya apakah Bulutangkis atau Sepakbola kita punya harapan? Jawabanya sangat punya. Tergantung apakah kita mau sedikit kreatif dan belajar dari apa yang terjadi out there. Dan tentunya menjalankan prinsip win-win untuk semua stakeholder dari olahraga tersebut.

(Seperti dimuat di website Kick Andy!)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.